ANAK EMAS MAMAKU
Pagi itu aku
bersiap kesekolah. Mama sudah menyiapkan segala sesuatunya. Seperti biasa
selesai sholat subuh aku membantu mama. Biar aku anak cwok tapi aku tak malu
untuk itu. Meski mama dan papa meanjakan aku. Namaku Gio siswa kelas 3 SMA
Nusantara Harapa Jaya. Tiap hari aku berangkat dengan sepeda kesayangan walau
papa dan mama memanjakan dengan segala aktivitas rumah dan sarana tapi aku
tidak menyalahgunakan itu. Aku tetap menjadikan itu sebagai Anugerah Tuhan
untukku.
Aku anak kedua
dari 2 bersaudara. Aku mempunyai seorang kakak yang sudah kuliah di UI Jakarta
semester atas. Namanya Rendy aku benar-benar pusing dengan kakaku ini. Ia
begitu manja dan tidak bisa mengerjakan tugasnya dengan sendiri. Selalu
pembantu yang harus menurutinya. Mama dan Papa pun sudah menasihati kakakku. Tapi
itu pengaruh dari ia kecil. Sejak kecil kakakku selalu dimanjakan dengan alat
dan prasarana yang lengkap. Apapun permintaan kakakku selalu dipenuhi. Ini
karena kakakku mempunyai watak yang keras dan seperti anak kecil. Jadi ketika
kakakku sudah dewasa sulit menghilangkan wataknya tersebut. Aku sejak kecil di
Amerika dan hidup sendiri disana. Jadi aku sudah terbiasa mandiri.
Aku dan
kakakku berbanding terbalik yang aku takutkan kalu sifat kakakku tidak kunjung
dewasa bagaimana dia mengurus mama dan papa kalau sudah tak kuat serta masa
depan dia untuk ia untuk menikah. Tapi
aku tetap yakin kalau kakakku pasati akan sadar dan bisa aku juga tidak iri
kalau kakakku minta barang dari mama dan papa. Aku juga ngerti.
“Gio mama dan
papa akan pergi keluar kota untuk urusan pekerjaan. Kamu dan kak Rendy jaga
rumah baik-baik ya”. Kata mama.
“Emang berapa
hari ma?” Tanya Rendy
“Kurang lebih
seminggu.”
“Lama banget
ma ntar siapa yang ngasih aku kalau mama dan papa pergi?” uang, jajan, keadaan
rumah dan menemani aku kalau mau tidur?” Rendy menjelaskan dengan manyum.
“Kan ada aku
kak. Kita bisa bekerja sama. Walau pembantu pulang kampung kita bisa bekerja
sama kak”. Terang Gio.
“Kamukan bukan
mama”. Sambil marah dan pergi.
“Sudah kamu
harus ngerti kakakmu seperti apa”
“aku tau ma.
Aku yakin pasati kakak akan sadar dengan sendirinya”.
“ini semua
salah mama dan papa. Mama dan papa terlalu memanjakan dia dari kecil. Karena
mama takut kehilangan dia. Mama saudah pernah ceritakan alasannya sama kamu
kan?”
“Aku ngerti ma
ini karena penyakit leukimia kakakkan?” Mama takut kehilangan dia aku bisa
ngrasa kalau rasa sayang mama dan papa kekakak begitu besar. Mama tenang saja.
Mama dan papa pergi saja aku bantu dengan doa dan aku akan menjaga kakak.”
Sepeninggal
mamam dan papaku aku menjalani hari-hari seperti biasa. Hingga malam aku
verfikir aku akan mencoba ngobrol dengan kakak. Karena aku jarang sekali
komunikasi dengan dia. Malam itu kakak duduk diluar dengan asyik bermain game
di Hpnya
“Udaranya
dingin kak”. Sapaku
“Ya” jawab
singkat kakakku
“Ehm kak aku
tau kita saudara tapi kita tidak terasa saudara. Aku juga tau kak kita
dibesarkan dilingkungan berbeda. Tapi biar seperti itu aku tidak terlalu bangga
kak. Aku sayang sama kakak. Tapi kenapa kakak tidak pernah sayang sama aku? Kak
tak selamanya kita hidup bergantung pada mama dan papa. Suatu saat kita akan
jauh dari mereka. Mungkin mereka akan meninggalkan kita selamanya disaat itulah
kak kita akan sadar bahwa kita harus hidup sendiri. Mama dan papa lebih
menyayangi kakak daripada aku. Oleh karena itu kakak harus bisa menunjukan
kalau kakak berguna untuk mereka. Tidak tergantung kepada mereka. Jadi kakak
dewasa dan mandiri.”
Kakakku
terdiam lama. Tapi dia pergi meninggalkan aku sendiri aku yakin pasti kakakku
bisa.
Pagi itu
telfon dirumahku ebrbunyi. Aku mendpaat kabar berita kalau pesawat yang
ditumpangi mama dan papa mengalami kecelakaan. Bagai tersambar petir aku
langsung menuju rumah sakit. Hatiku kaget dan hancur kala melihat jenajah mama
dan papa. Aku bagai lemah dan tak berdaya. Bagaimana kalau kak Rendy tau.
Apapun yang terjadi aku harus terima
Jenajah mama
dan papa dibawa kerumah. Kakakku tersontak kaget melihat dua jenajah itu.
Setelah tau kalau itu jenajah mama dan papa kakakku tak kuasa menahan tangis
dan emosi. Dia memeluk jenajah mama tanpa henti. Tapi itulah kenyataannya. Aku
dan kakakku harus ditinggal pergi oleh mamam dan papa.
Bagaimana
dengan kakak?
Pasagi itu aku
terbangun. Aku mendengar suara adzan. Suara itu seperti aku kenal itu suara
kakakku. Bagai tertarik aku menuju mushola. Dan benar kakakku mengumandangkan
adzan untuk yang pertama kalinya aku hampiri dia
“kakak”
“Aku tau
kesalahanku selama ini. Aku terlalu egois aku selalu meminta apapun dari mama
menggantungkan pada mamam. Tapi aku sadar, setelah mereka pergi, aku sadar aku
merasakan kesepian, tapi ternyata masih ada adikku yang sayang kepadaku yang
menyadarkan aku. Maafkan kakak Gio kalau kakak tak pernah mengenalmu sebagai
adik. Ini karena penyakit kakak. Kakak iri denganmu.”
“Kalaupun
kakak tidak mempunyai penyakit, mamam lebih sayang kakak dari paa aku. Aku bisa
merasakan itu kak. Dari kecil kalian dekat. Ikatan batin kalian tak bisa
terpisah. Penyakit kakak pasti sembuh. Aku yakin. Aku anggak mau kehilangan
kakak. Karena aku sudah kehilangan mama”.
“Kakak tetap
disin. Sekarang kakak sadar kalau kakak harus menjadi lelaki sejati seperti
dirimu. Agar mama dan papa tersenyum disana”.
“Mari kak kita
sholat dan mendoakan mama dan papa disurga”.
Akhirnya aku
dan kakakku berpelukan dan mendoakan mama dan papa disana. Mungkin ini
pembelajaran dan aku juga kakakku dapat mengambil hikmahnya. Walau aku sedih
karena kepergian mama dan papa tapi aku senang kakakku bisa berubah. Mungkin
Tuhan memberi petunjuk melalu mama. Aku janji akan menjaga kakak. Terima kasih
mama dan papap. Terima kasih Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar